Halaman

Minggu, 24 November 2013

REVIEW IV

PEMANFAATAN BUAH SALAK SEBAGAI BIOETANOL DENGAN VARIASI JENIS BUAH DAN JENIS RAGI
Titin Anggraini (1112096000043)
Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412

Abstrak
            Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa. Pembuatan bioetanol dengan bahan dasar buah salak dilakukan melalui dua tahapan proses yaitu proses fermentasi dan destilasi. Proses fermentasi mengubah glukosa menjadi etanol dengan bantuan bakteri Saccharomyces cereviceae yang terkandung pada ragi roti. Proses destilasi merupakan proses pemurnian untuk meningkatkan kadar etanol yang dihasilkan pada proses fermentasi. Analisa yang dilakukan terhadap sampel adalah secara kuantitatif. Sedangkan dalam analisa kuantitatif, jumlah bioetanol yang dihasilkan dari proses tersebut memiliki kadar alkohol terbesar pada media fermentasi daging salak bagus yang menggunakan ragi roti yaitu sebesar 83,70 %. Namun penggunaan media salak busuk dengan penambahan ragi roti juga menghasilkan jumlah dan kadar alkohol yang cukup tinggi yaitu 104 ml dengan kadar 83,33 %. Sedangkan salak busuk yang menggunakan ragi tape dapat menghasilkan 103 ml dengan 82,50 % kadar alkoholnya.

Abstract

        Bioethanol is ethanol that made by biomass containing with sugar components, starch, or cellulose. Making bioethanol with basic ingridients of  snack fruit through two stage of the process of fermentation and distillation process. The process of fermentation convert glucose into ethanol with the aid of bacteria contained in saccharomyces cereviceae yeast bread. The process of distillation is purrification process to increase the levels of ethanol produce fermentation processes. Quantitative analysis, the amount of bioethanol produced from this process has the biggest alcoholic fermentation medium bark beef that uses a yeast bread that is equal to 82.70%. However, the use of media with the addition of the snake fruit rot yeast also produces the number and levels of alcohol is high at 104 ml with levels of 83.33%. While the snake fruit of rotten tape using yeast to produce 103 ml with 82.50% alcohol content.



I. Pendahuluan
             Etanol atau ethyl alkohol (C2H5OH) berupa cairan bening tidak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Etanol yang terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air. Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat. Dengan berkembangnya proses sakarifikasi bahan-bahan berpati menggunakan enzim, bahan baku pembuatan etanol juga berkembang dari gula ke pati. Pati adalah polimer gula atau sakarida. Jika pati dipecah-pecah akan menghasilkan gula yang bisa difermentasi menjadi etanol. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol salah satunya adalah salak.
                                    Setiap kali musim panen sering terjadi pembuangan salak yang rusak dan busuk oleh para petani. Penyebabnya adalah harga jual para petani sangat rendah, sebagai imbasnya banyak salak yang tertahan di gudang petani yang akhirnya akan menyebabkan salak menjadi rusak dan busuk. Selain penumpukan salak pada gudang karena daya jual petani yang rendah, proses pengangkutan salak kepasaran juga memiliki persentase besar untuk merusak buah salak saat tiba dipasaran (Trubus 505, Des 2011). Biasanya buah salak dimanfaatkan sebagai manisan selain dikonsumsi sebagai buah segar karena kandungan gizinya yang cukup tinggi. Dimana kandungan karbohidratnya adalah 20,90 gr dengan kadar glukosa mencapai 60,83% dari bahan kering, sehingga buah salak ini bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Oleh sebab itu, untuk memanfaatkan limbah, salak yang rusak dan busuk ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Proses pembuatan bioetanol dari buah salak ini menggunakan proses fermentasi dan pemurnian alkohol dengan distilasi.

1.      Bioetanol dari Buah Salak Bagus dengan Menggunakan Ragi Roti

                                    Pada akhir proses fermentasi, didapatkan cairan sampel yang akan didestilasi. Hasil fermentasi salak yang sudah disaring didestilasi pada suhu (78-81)°C. Pada akhir proses destilasi, destilat yang diperoleh pada salak bagus dengan menggunakan ragi roti adalah sebanyak 111 ml.
                                    Untuk penentuan kadar alkohol dalam sampel dapat dilakukan dengan menghitung densitas             sampel yang kemudian akan dicocokkan dengan lampiran densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda. Sampel diukur menggunakan piknometer, dan didapatkan data sebagai    berikut:
            Suhu    : 25°C
            Berat piknometer kosong:15,00          gram
            Volume piknometer kosong    :           10,283 ml
            Berat piknometer + aquades   :           25,20 gram
            Berat piknometer + sampel     :           23,53 gram
            Berat sampel   : 8,53 gram
            Kadar alkohol : 83,7 %

                                    Kadar alkohol tertinggi setelah didestilasi terdapat pada salak bagus dengan             penggunaan     ragi roti. Hal ini dikarenakan salak bagus masih mengandung glukosa          karbohidrat yang banyak yang dapat difermentasi dengan baik oleh bakteri        Saccaromycess cereviceae sehingga menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih             tinggi.
                                    Jumlah Kadar Alkohol pada salak bagus setelah didestilasi dengan ragi roti menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi dibandingkan dengan  jumlah kadar alkohol pada salak bagus dengan ragi tape. Karena ragi roti lebih banyak menggandung Saccharomycess cereviceae jika dibandingkan dengan ragi tape, maka jumlah alkohol yang dihasilkan lebih banyak pula sedangkan ragi tape mengandung lebih sedikit Saccharomycess cereviceae. Ragi roti berkembang biak dengan sangat cepat dan menghasilkan fermentasi yang mempu mengubah pati dan gula menjadi karbondioksida dan alkohol. Dalam proses fermentasinya juga menghasilkan sedikit enzim-enzim yang dibutuhkan dalam proses fermentasi itu sendiri sedangkan ragi tape ini menghasilkan enzim-enzim yang banyak berperan dalam proses fermentasi itu sendiri. Ragi tape yang digunakan sebagai inokulum mengandung jumlah total mikroba sebanyak 1,6 x 107 CFU/gram. Adapun isolat-isolat yang diperoleh dari ragi tersebut terdiri atas empat macam isolat mikroba, yaitu dua isolat kapang dari genus Rhizopus dan dua isolat khamir yaitu satu dari genus Saccharomycess dan satu dari genus Schizosaccharomycess.
                                    Karena komposisi mikroorganisme Saccaromycess yang terkadung pada ragi roti lebih banyak dibandingkan dengan ragi tape, maka kadar alkohol pada penambahan ragi roti lebih tinggi daripada ragi tape.

2.      Bioetanol dari Buah Salak Bagus dengan menggunakan Ragi Tape

            Pada akhir proses fermentasi, didapatkan cairan sampel yang akan didestilasi. Hasil fermentasi salak yang sudah disaring didestilasi pada suhu (78-81)°C. Pada akhir proses destilasi, destilat yang diperoleh pada salak bagus dengan menggunakan ragi roti adalah sebanyak 103 ml.
                                    Untuk penentuan kadar alkohol dalam sampel dilakukan dengan menghitung densitas sampel yang kemudian akan di cocokkan dengan lampiran densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda.  Sampel diukur menggunakan piknometer, dan didapatkan data sebagai       berikut:
            Suhu    : 25°C
            Berat piknometer kosong        :           15,00 gram
            Volume piknometer kosong    :10,283 ml
            Berat piknometer + sampel     :           23,56 gram
            Berat sampel   : 8,56 gram
            Kadar alkohol : 82,5 %

            Kadar alkohol pada salak bagus dengan menggunakan ragi tape masih tinggi dibandingkan kadar alkohol pada salak busuk meskipun lebih rendah dibandingkan dengan kadar alkohol pada salak bagus yang menggunakan ragi tape. Hal ini disebabkan karena perbedaan pada penggunaan ragi. Ragi roti dan ragi tape mengandung mikroorganisme yang sama yaitu Saccharomycess cereviceae, bedanya adalah ragi tape dibuat dengan penambahan bumbu-bumbu dan mikroorganisme lain, sehingga tidak hanya khamir tetapi ada juga beberapa jenis mikroorganisme lain. Karena ragi roti lebih banyak menggandung Saccharomycess cereviceae jika dibandingkan dengan ragi tape, maka jumlah alkohol yang dihasilkan lebih banyak pula sedangkan ragi tape mengandung lebih sedikit Saccharomycess cereviceae.

3.      Bioetanol dari Buah Salak Busuk dengan menggunakan Ragi Roti

                                    Pada akhir proses fermentasi, didapatkan cairan sampel yang akan didestilasi. Hasil fermentasi salak yang sudah disaring didestilasi pada suhu (78-81)°C. Pada akhir proses destilasi, destilat yang diperoleh pada salak bagus dengan menggunakan ragi roti adalah sebanyak 104 ml. Dalam penelitian ini sebanyak 1 kg daging salak bagus yang difermentasikan dengan menggunakan ragi roti menghasilkan 111 ml bioetanol. Jadi, untuk menghasilkan 1 liter bioetanol dibutuhkan 9 kg daging salak bagus.
                                    Untuk penentuan kadar alkohol dalam sampel dapat dilakukan dengan       menghitung densitas           sampel yang kemudian akan dicocokkan dengan lampiran densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda. Sampel diukur menggunakan piknometer, dan didapatkan data sebagai         berikut:
            Suhu    : 25°C
            Berat piknometer kosong        :           15,00 gram
            Volume piknometer kosong    :10,283 ml
Berat piknometer + aquades   :25,20 gram
Berat piknometer + sampel     :23,54 gram
            Berat sampel               : 8,54 gram
            Kadar alkohol             : 83,33 %

                                    Kadar alkohol pada salak busuk lebih rendah daripada salak bagus karena  pada salak busuk, glukosa dan karbohidrat yang terkandung mengalami kerusakan baik itu karena faktor mekanis, fisis, biologis maupun mikrobiologis sehingga kadar alkohol yang didapat lebih sedikit dibandingkan dengan salak bagus. Kerusakan buah salak pondoh ternyata disebabkan pertama oleh faktor mekanis seperti benturan diantara buah salak itu sendiri, buah dengan wadah, gesekan, tekanan dan buah jatuh dari tandannya. Kedua, faktor fisiologis seperti respirasi yang secara alami senantiasa berlangsung sejak tandan buah tersebut dipangkas dari pohonnya sampai saat penyimpanan buah salak dilakukan. Ketiga, faktor mikrobiologis seperti lingkungan kebun yang tidak bersih menyebabkan banyak mikrobia khususnya jamur berpeluang untuk mengkontaminasi buah salak terutama bagian pangkal buah setelah buah salak tersebut terlepas dari bagian tandannya. Selain ketiga faktor di atas, penyebab kerusakan buah salak adalah faktor biologis seperti serangan serangga atau hama tikus yang menyukai buah salak masak. Penundaan pemanenan dalam upaya untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi justru menyebabkan buah salak kelewat masak dan sebagian kulitnya pecah baik secara melintang atau membujur, dengan demikian kualitas buah salak menjadi turun.
                                    Berbagai faktor tersebut di atas terbukti sebagai pemicu timbulnya luka, memar, pecah kulit, berjamur, busuk dengan bau menyengat, terjadi perubahan warna, buah menjadi layu dan kering seperti yang diungkapkan oleh Ryall dan Lipton (1983). Luka dan memar dapat memicu timbulnya kerusakan lain seperti kerusakan fisiologis dan mikrobiologis karena pada bagian yang luka atau memar akan terjadi perubahan warna daging buah menjadi coklat dan invasi mikrobia sehingga setelah pencoklatan daging buah berlangsung secara diikuti pembusukan. Berbagai jenis kerusakan buah salak tersebut ternyata berlangsung sejak di kebun atau saat panen, di tingkat pedagang pengepul dan selama penyimpanan 7 hari dalam besek bambu pada suhu 22°C - 26°C.

4.      Bioetanol dari Buah Salak Busuk dengan menggunakan Ragi Tape

            Pada akhir proses fermentasi, didapatkan cairan sampel yang akan didestilasi. Hasil fermentasi salak yang sudah disaring didestilasi pada suhu (78-81)°C. Pada akhir proses destilasi, destilat yang diperoleh pada salak bagus dengan menggunakan ragi roti adalah sebanyak 103 ml. Untuk menghasilkan 1 liter bioetanol dari salak busuk dibutuhkan 9,6 kg daging salak busuk. Jika membandingkan harga salak bagus dengan salak busuk, tentu jauh lebih ekonomis harga salak busuk sebagai bahan baku. Maka dari itu salak busuk cocok digunakan untuk pembuatan bioetanol sebagai pemanfaatan limbah. Untuk penentuan kadar alkohol dalam sampel dapat dilakukan dengan menghitung densitas  sampel yang kemudian akan di cocokkan dengan lampiran densitas etanol pada suhu dan konsentrasi berbeda. Sampel diukur menggunakan piknometer, dan didapatkan data sebagai berikut:
Suhu    : 25°C
Berat piknometer kosong: 15,00 gram
Volume piknometer kosong    : 10,283 ml
Berat piknometer + aquades   :25,20 gram
Berat piknometer + sampel     : 23,56 gram
Berat sampel               : 8,56 gram
Kadar alkohol             : 82,5 %

            Kadar alkohol yang didapat pada salak busuk dengan menggunakan ragi tape sama dengan kadar alkohol pada salak bagus yang menggunakan ragi tape yaitu 82,5 %. Jumlah etanol yang didapat dari hasil destilasi pun sama yaitu 103 ml. Dengan nilai yang sama ini, dapat diketahui bahwa ragi tape tidak memberikan perbedaan pada alkohol yang didapat baik pada salak bagus maupun salak busuk, dapat dikatakan bahwa ragi tape tidak mempengaruhi jumlah etanol dan kadar etanol yang dihasilkan. Karena ragi tape mengandung sedikit Saccharomycess cereviceae sehingga tidak memberikan pengaruh perbedaan pada kadar alkohol baik pada salak bagus maupun busuk.

5.      Kesimpulan
            Dari analisa kuantitatif didapat jumlah bioetanol dari buah salak busuk dengan menggunakan ragi tape sebesar 103 ml, dengan kadar alkohol 82,50 %.  Sedangkan salak busuk yang menggunakan ragi roti menghasilkan 104 ml etanol dengan kadar 83,33 %.
            Media yang paling cocok pada proses fermentasi ini adalah salak bagus, karena menghasilkan jumlah dan kadar alkohol yang tinggi. Namun salak busuk juga dapat dimanfaatkan karena menghasilkan jumlah yang tidak jauh hasilnya dengan salak bagus yaitu 0–7 ml, sedangkan perbedaan konsentrasi antara 5,3-6,6 %. Maka salak busuk baik dimanfaatkan untuk pembuatan bioetanol sebagai pemanfaatan limbah. Dalam perlakuan penambahan jenis ragi, ragi roti yang paling bagus, karena ragi roti memiliki jumlah bakteri saccaromycess yang terbanyak jika dibandingkan dengan ragi tape sehingga menghasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi.

6.      Daftar Pustaka

Purnamasari, Fitria dkk.          Pemanfaatan Limbah Buah    Salak sebagai Sumber             Bahan Bakar Alternatif         (Bioetanol).     http//www.ejurnal.bunghat     a.ac.id/
           
            Tathagati, Arini. 2007. Bio
                          Gasoline bensin Ramah                    Lingkungan. Warta Pertamina  No. 1 thn XLII.                               http://www.rhienarticle.blogspot.co  m/- 92k.


Wijayanti, Yurida. 2011.        Pembuatan Bioetanol dari      Buah Salak dengan Proses     Fermentasi      dan             Distilasi. Medan. USU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar