Pemanfaatan
Ampas Tebu, Tongkol Jagung, Ampas Dan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Bioetanol
Shofwatunnisa
(1112096000060)
Program
Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi
UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412
Abstrak
Bioetanol berasal dari dua kata yaitu
"bio" dan "etanol" yang berarti sejenis alkohol yang
merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan baku tanaman yang mengandung
pati, seperti ampas tebu, tongkol jagung, ampas dan kulit singkong. Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk membandingkan hasil yang diperoleh, serta
menentukan bahan baku terbaik sebagai bahan baku pembuatan bioetanol
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian
mengenai pembuatan bioetanol dari ampas tebu, tongkol jagung, ampas dan kulit
singkong memiliki variabel yang berbeda dalam variasinya. Perbandingan dilihat berdasarkan bahan baku
yang menghasilkan kadar etanol paling tinggi. faktor-faktor yang
mempengaruhi baik tidaknya kadar etanol yang dihasilkan adalah diantaranya, nutrisi (zat gizi),
ragi, waktu fermentasi, keasaman (pH), temperatur, dan udara pada saat
fermentasi. Dari hasil perbandingan, diketahui bahwa tongkol
jagung merupakan bahan baku pembuatan bioetanol terbaik dibandingkan ampas
tebu, ampas singkong dan ampas kulit singkong dengan kadar etanol tertinggi
yaitu 5,66%.
Abstract
Bioethanol is derived from two words " bio
" and " ethanol " which means a type of alcohol is a chemical
that is made from raw materials containing starch crops , such as sugarcane
bagasse , corn cobs , cassava pulp and skin . The purpose of this paper is to
compare the results obtained , as well as determining the best raw materials as
feedstock for bioethanol production based on research that has been done before
. Research on the manufacture of bioethanol from sugarcane bagasse, corn cobs,
cassava pulp and skin has different variables in the variation. Comparison
views based on raw materials that result in the highest ethanol content. the
factors that influence whether or not the levels of ethanol produced is
such, nutrients ( nutrients ), yeast,
fermentation time, acidity (pH), temperature, and air during fermentation. From
the comparison, it is known that corn cob is the best raw material for
bioethanol production compared bagasse, cassava pulp and cassava peel waste
with the highest ethanol content is 5.66 %.
1.
PENDAHULUAN
Bioetanol berasal dari dua kata
yaitu "bio" dan "etanol" yang berarti sejenis alkohol yang
merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan baku tanaman yang mengandung
pati. Etanol merupakan senyawa alkohol yang mempunyai dua atom karbon (C2H5OH).
Rumus kimia umumnya adalah CnH2n+OH. Karena merupakan senyawa
alkohol, etanol memiliki beberapa sifat yaitu larutan yang tidak berwarna
(jernih), berfase cair pada temperatur kamar, mudah menguap, serta mudah
terbakar. (Wiratmaja dkk, 2011).
Bioetanol bersumber amilum yang
berbentuk polisakarida dapat dihidrolisis menjadi glukosa melalui pemanasan,
menggunakan katalis dan pemanfaatan enzim. Glukosa selanjutnya difermentasi
menghasilkan etanol. Fermentasi etanol merupakan aktivitas penguraian gula
(karbohidrat) menjadi senyawa etanol dengan mengeluarkan gas CO2,
fermentasi ini dilakukan dalam kondisi anaerob atau tanpa adanya oksigen.
Umumnya, produksi bioetanol menggunakan mikroba Saccharomyces cerevisiae.
Mikroba ini dapat digunakan untuk konversi gula menjadi etanol dengan kemampuan
konversi yang baik (I Nyoman, 2011), tahan terhadap etanol kadar tinggi, tahan
terhadap pH rendah, dan tahan terhadap temperatur tinggi (Suyandra, 2007).
Salah
satu sumber hayati yang memiliki potensi besar sebagai bioetanol adalah berasal
dari limbah yang dimanfaatkan
menjadi produk yang memiliki nilai tambah (added value). Menurut Santoso (1998), limbah adalah suatu bahan yang
terbuang dari suatu hasil aktivitas manusia atau proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomi.
Penelitian yang dilakukan Feri
susanto dkk (2012) adalah mengenai pemanfaatan ampas tebu sebagai limbah pabrik
gula dalam pembuatan bioetanol. Penelitian mengenai pemanfaatan ampas dan kulit
singkong sebagai limbah yang dihasilkan
oleh produksi industri tapioka untuk dikonversikan menjadi bioetanol
dilakukan oleh Juwita dan Susilowati
(2007). Sementara Sumarsih dkk (2011) melakukan penelitian mengenai bioetanol
yang dihasilkan oleh tongkol jagung. Limbah-limbah yang dihasilkan diatas termasuk limbah
biologis atau organik, karena ditimbulkan sebagai sisa dari produk yang merupakan bahan
biologi atau organik. Oleh sebab itu, masih memiliki kandungan gizi terutama
karbohidrat atau pati untuk kemudian diolah menjadi produk yang memiliki daya
guna, yaitu bioetanol.
Secara garis besar penggunaan etanol
adalah sebagai pelarut untuk zat organik maupun anorganik, bahan dasar industri
asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid, antiseptik dan sebagai bahan baku
pembuatan eter dan etil ester, Etanol juga dapat digunakan sebagai campuran
minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar (gasohol) (Suyandra, 2007).
Penulis
bertujuan untuk membandingkan hasil yang diperoleh, serta menentukan bahan baku
terbaik sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Penelitian
pembuatan bioetanol dari ampas tebu, tongkol jagung, ampas dan kulit singkong
memiliki variabel yang berbeda dalam variasinya. Disamping itu, metode
penelitian yang digunakan pun berbeda. Pembahasan mengenai ketiga penelitian ini akan dibahas
secara umum dan dibatasi pada ampas tebu, tongkol jagung, ampas dan kulit
singkong yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol.
2.
PEMBAHASAN
Pembuatan bioetanol dari ampas tebu
Pada penelitian pembuatan bioetanol
dengan ampas tebu, variabel yang dianalisa adalah pengaruh penambahan ragi roti
dan waktu fermentasi terhadap glukosa hasil hidrolisis selulosa ampas tebu
dengan HCl 30% dalam pembuatan bioetanol. Jumlah ampas tebu yang digunakan
sebayak 75 g ampas tebu yang telah
halus. Ampas tebu mengandung selulosa sebesar 29,81%. Selulosa diisolasi dari
ampas tebu yang kemudian dihidrolisis dengan HCl 30% untuk menghasilkan glukosa
yang kemudian dianalisa dengan metode Nelson-Somogyi dan kadar gula reduksi
yang diperolah dari hasil hidrolisis sebesar 9,15%. Fermentasi glukosa
menggunakan ragi roti tanpa isolasi Saccharomyces cereviceae terlebih
dahulu. Variasi penambahan ragi roti 1 gram, 2 gram dan 3 gram dengan lama
waktu fermentasi 2 hari, 4 hari, 6 hari dan 8 hari. Kadar bioetanol dianalisa
dengan titrasi volumetrik menggunakan metode oksidasi kalium dikromat. Dari
hasil penelitian diperoleh bahwa kadar bioetanol tertinggi yaitu sebesar 5,12%
pada penambahan ragi roti 2 gram dengan lama waktu fermentasi 6 hari. Pada hari
ke enam mikroba berada pada fase eksponensial dan merupakan waktu paling
optimum bagi mikroba untuk dapat menguraikan glukosa menjadi bioetanol. Pada
fermentasi hari ke-8 dengan penambahan 3 gram ragi roti dihasilkan kadar
bioetanol yaitu 3,41%. Pada hari ke delapan ini mikroba telah memasuki fase
kematian yang dapat dilihat adanya serbuk putih diatas larutan fermentasi. Fase
kematian ini disebabkan karena penurunan jumlah nutrisi sehingga mikroba tidak
mampu mengubah substrat glukosa menjadi bioetanol akibatnya kadar bioetanol
yang dihasilkan semakin menurun.
Pembuatan bioetanol
dari tongkol jagung
Tongkol jagung banyak mengandung hemiselulosa
dan selulosa yang dapat dihidrolisis dan difermentasi menjadi bioetanol, tetapi
lignin yang terkandung juga di dalamnya dapat menghambat proses hidrolisis
sehingga perlu perlakuan awal untuk degradasi lignin tersebut. Masing-masing
kandungannya pada tongkol jagung adalah Hemiselulosa 43,89 %, Selulosa 32,8 %,
dan Lignin 12,975 %. Penelitian pembuatan bioetanol dari tongkol jagung ini
bertujuan untuk menghasilkan bioetanol dengan
mendegradasi lignin yang lebih maksimal dengan cara mencampurkan antara
proses enzimatis dan kimiawi sehingga dihasilkan bioetanol yang lebih banyak.
Oleh sebab itu pada penelitian ini akan digunakan NH4OH 15 %, H2O2
7,5% , serta enzim lakase 7,5 % dan 15 % untuk proses perlakuaan awal terhadap
substrat. Serbuk tongkol jagung yang digunakan adalah sebanyak 50 gram untuk
masing-masing perlakuan. Berdasarkan hasil analisis, kandungan sisa lignin
terendah dalam tongkol jagung adalah perlakuan awal menggunakan NH4OH
15%. Enzim lakase pada penelitian ini mampu mendegradasi sebagian lignin pada
substrat tetapi juga mampu mendegradasi sebagian hemiselulosa, sehingga kadar
gula pereduksi dari substrat tersebut berkurang. Substrat tongkol jagung hasil
perlakuan awal dengan kandungan lignin terendah yang akan dihidrolisis dengan
enzim dan kemudian difermentasi. Substrat perlakuan awal NH4OH 15%
dihidrolisis dengan enzim selulase, xilanase, dan xilosa isomerase dalam rasio
aktivitas enzim 1:1:1 selama 6 jam sehingga menghasilkan glukosa dan xilulosa.
Hidrolisat dari proses hidrolisis enzim difermentasi dengan ragi Saccharomyces
cereviceae selama 3 hari. Kadar hasil fermentasi yaitu etanol
dihitung dengan metode Skoog yang berdasarkan pada berat jenis etanol tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar bioetanol hasil fermentasi sebesar
5,66 %.
Pembuatan bioetanol dari ampas dan kulit
singkong
Penelitian
mengenai pembuatan bioetanol dari ampas dan kulit singkong bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar ampas dan kulit singkong yang dapat dikonversikan
menjadi etanol dengan menggunakan proses fermentasi. Dalam penelitian ini
dilakukan variasi penambahan fermipan dan waktu fermentasi dengan menggunakan
metode eksperimental. Ampas dari singkong dan kulit singkong yang digunakan
masing-masing sebanyak 25 gram berupa tepung yakni limbah singkong yang telah
dihaluskan. Pati dihidrolisis oleh enzym a-amilase,
kemudian ditambahkan nutrient NPK sebanyak 5 gram untuk masing-masing sampel.
Proses fermentasi dilakukan dengan fermipan yang divariasi beratnya yaitu 2
gram, 2.5 gram dan 3 gram. Etanol yang
dihasilkan tidak banyak. Hal ini disebabkan kandungan glukosa yang ada pada
ampas dan kulit singkong sedikit .Glukosa yang dihasilkan dalam kulit singkong
adalah 60 % dan ampas singkong sebesar 40%. Kadar bioetanol diketahui dengan
melakukan analisa GC (Gas Chromatography). Berdasarkan hasil analisa GC, hasil
yang maksimal diperoleh pada penambahan fermipan 2.5 gram. Sebab semakin banyak fermipan yang
ditambahkan maka etanol yang terbentuk juga semakin banyak karena dengan
semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka bakteri yang mengurai glukosa
menjadi etanol pun semakin banyak. Sedangkan pada penambahan 3 gram cenderung
turun secara drastis. Hal ini disebabkan adanya ragi yang mati pada saat proses
fermentasi berlangsung. Dan waktu optimum dalam proses fermentasi ini adalah
pada hari ke-7, karena dengan semakin lama waktu, makin banyak glukosa yang
terkonversi menjadi etanol. Sedangkan pada hari ke-9 produksi etanol cenderung
menurun. Etanol yang dihasilkan dari kulit dan ampas singkong berkisar antara
0,1 – 0,7 gram dengan kadar 0,69% pada
ampas kulit singkong dan 0,48% pada ampas singkong. Sehingga diketahui bahwa
ampas kulit singkong mengadung lebih banyak glukosa, sehingga kadar etanol yang
dihasilkan lebih tinggi dari pada ampas singkong.
Tabel 1. Perbandingan
hasil penelitian
Bahan baku
|
Jumlah Bahan
|
Kadar etanol
|
Ampas tebu
|
75 gram
|
5.12 %
|
Tongkol jagung
|
50 gram
|
5.66 %
|
Ampas singkong
|
25 gram
|
0.69 %
|
Ampas kulit singkong
|
25 gram
|
0.48 %
|
Dari tabel di atas,
diketahui bahwa ampas tebu menghasilkan etanol dengan kadar 5,12%, tongkol
jagung menghasilkan etanol dengan kadar 5,66%, ampas singkong menghasilkan
etanol dengan kadar 0,69% dan ampas kulit singkong menghasilkan etanol dengan
kadar 0,48%. Penelitian dilakukan dengan jumlah bahan, metode, dan perlakuan
yang berbeda. Namun, menggunakan prinsip yang sama yaitu menggunakan proses
hidrolisis dan proses fermentasi untuk dapat menghasilkan bioetanol. Jika
ditinjau dari jumlah bahan yang digunakan, jumlah ampas dan kulit singkong yang
digunakan lebih sedikit sehingga menghasilkan sedikit kadar etanol. Namun,
tongkol jagung tetap memiliki kadar etanol lebih tinggi dari ampas tebu
meskipun jumlah bahan yang digunakan lebih sedikit dari ampas tebu. Kadar
etanol yang lebih tinggi pada tongkol jagung dapat disebabkan oleh adanya
perlakuan khusus yakni pemecahan lignin sehingga dapat menghasilkan bioetanol
dengan maksimum. Selain dari jumlah bahan, faktor-faktor yang mempengaruhi baik
tidaknya kadar etanol yang dihasilkan adalah diantaranya, Nutrisi (zat gizi),
jumlah ragi yang digunakan, waktu fermentasi, Keasaman (pH), Temperatur, dan
Udara pada saat fermentasi.
3.
KESIMPULAN
Tongkol jagung merupakan bahan baku pembuatan
bioetanol terbaik dibandingkan ampas tebu, ampas singkong dan ampas kulit
singkong dengan kadar etanol tertinggi yaitu 5,66%.
4.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardian, N.D., Endah, R.D., dan Sperisa,
D., 2007, Pengaruh Kondisi Fermentasi
terhadap Yield Etanol pada Pembuatan Bioetanol dari Pati Garut, J.
Gema Teknik,2, pp.1
2. Budi M., Sasongko, 2007, Prospek
Pengembangan Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Bioetanol Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Fausa Okta Ananta Laksa, Ni Nyoman Tripuspaningsih,
Sri Sumarsih. 2011. Pengaruh Enzim Lakase
pada Perlakuan Awal Amonium Hidroksida dan Hidrogen Peroksida dalam Produksi
Bioetanol dari Tongkol Jagung Program Studi S1 Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
4. I Nyoman W. P., I Gusti B. W., dan I
Nyoman, S. W., 2011. Pembuatan Etanol
Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma Cottonii Sebagai
Bahan Baku. Kampus Bukit Jimbaran Bali.
5.
I
Nyoman W. P., I Gusti B. W., dan I Nyoman, S. W., 2011, Proses Treatment dengan
Menggunakan
NaOCl dan H2SO4 untuk Mempercepat Pembuatan Etanol dari
Limbah
Rumput Laut Eucheuma
Cottonii, jurnal imiah, 3, pp. 64-68.
6. Juwita, A. A.
dan Susilowati, Chirilla. 2007.
Bioetanol dari ampas dan kulit singkong.
Jurnal ilmiah. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Semarang.
7. Nurfiana F.,Umi, M., Vicki, C.J., dan
Putra S., 2009, Pembuatan Bioethanol dari Biji Durian sebagai Energi Alternatif,
Artikel Seminar Nasional V, SDM Teknologi Nuklir
Yogyakarta,
ISSN 1978-0176.
8. Susanto,
Feri., Yusak, Yuniarti., dan Bulan , Rumondang. 2012. Pengaruh Penambahan Ragi Roti Dan Waktu Fermentasi Terhadap Glukosa
Hasil Hidrolisis Selulosa ampas Tebu (Saccharum
officanarum) Dengan HCl 30% Dalam Pembuatan Bioetanol. Jurnal
ilmiah. Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara
9. Suyandra D. I., 2007, Pemanfaatan
Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon, sp) sebagai Sumber Karbon pada Fermentasi
Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae, Skripsi,Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar